Keinginan
untuk tercapainya bangsa yang demokratis, bebas dari praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), dan bangsa yang taat kepada hukum adalah beberapa karakter
yang diinginkan untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun
keinginan tersebut justru bertolak belakang dengan realita yang dialami bangsa
Indonesia saat ini. Konflik yang ditandai dengan kekerasan dan kerusuhan muncul
di mana-mana, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tidak semakin surut malahan
semakin berkembang, demokrasi penuh etika yang diimpikan justru kebablasan
menjadi demokrasi yang sifatnya anarkis, semuanya itu menunjukkan lunturnya
nilai-nilai luhur bangsa.
Masalah-masalah
yang terjadi di negara kita sebenarnya menyangkut masalah karakter. Kekerasan,
korupsi, dan tokoh atau pemimpin yang seharusnya menjadi panutan masyarakat
serta sebagai penegak hukum malah memutar-balikkan hukum. Pengetahuan yang
tinggi tetapi tanpa didasari oleh pemahaman tentang nilai-nilai yang benar maka
hanya akan memberi kesempatan untuk bertumbuhnya benih-benih kejahatan yang
akan termanifestasi dalam berbagai bentuk.
Di
kalangan pelajar dan mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan.
Perilaku yang melanggar etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang
berat masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. budaya mencontek
masih menjadi adat kebiasaan yang terjadi dikalangan pelajar. Keinginan lulus
dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan
mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Pada mereka yang
tidak lulus, ada di antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti
diri atau bahkan bunuh diri. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan
pelajar dan mahasiswa.
Hal
lain yang menggejala di kalangan pelajar dan mahasiswa berbentuk kenakalan.
Beberapa di antaranya adalah tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa. Di
beberapa kota besar tawuran pelajar menjadi tradisi dan membentuk pola yang
tetap, sehingga di antara mereka membentuk musuh bebuyutan. Tawuran juga kerap
dilakukan oleh para mahasiswa seperti yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa
pada perguruan tinggi tertentu di Makassar. Bentuk kenakalan lain yang
dilakukan pelajar dan mahasiswa adalah meminum minuman keras, pergaulan bebas,
dan penyalahgunaan narkoba yang bisa mengakibatkan depresi bahkan terkena
HIV/AIDS. Semua perilaku negatif di kalangan pelajar dan mahasiswa tersebut diatas,
jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya
disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan di
samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Untuk
itu perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karkater
manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki karkater yang baik, unggul dan
mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan
memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk
potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang
dapat menumbuh kembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang
tidak baik menjadi baik.
Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh pernah mengatakan bahwa
Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi keharusan karena
pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas. Pendidikan karakter
juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan.
Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa. Pintar tetapi karakternya buruk jelas akan sangat bermasalah.
Pintar tetapi tidak bisa menghargai sesama, tidak menghargai nilai-nilai
kejujuran, kebenaran dan keadilan maka akan mendatangkan malapetaka bagi orang
lain bahkan dalam lingkup yang lebih luas bagi bangsa kita ini. Dengan hadirnya
pendidikan karakter ini diharapkan siswa mampu mengembang nilai-nilai yang
terkandung dalam pedidikan karakter ini.
Dalam
hal ini penulis senada dengan Ki Hajar Dewantara yang dengan tegas menyatakan
bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak.
Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan
karakter yang baik. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter.
*Oleh: Dian
Asitatul Atiq, Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar