Beberapa teman seprofesi saya, redaktur di koran lokal
terbitan Medan dan juga suratkabar nasional di Jakarta, dalam kesempatan
berkomunikasi via telepon sering mengeluhkan sulitnya mencari reporter yang
mampu menulis berita dengan baik.
“Waktu direkrut, dia mengerti
dan tahu menjelaskan apa itu 5W1H dan piramida terbalik, tetapi setelah
beritanya ditulis, pusing saya membacanya karena tidak jelas apa maksudnya,”
kata seorang teman wartawan yang pernah bekerja sebagai pemimpin redaksi
di sebuah koran harian. “Lalu kalau dia tidak mengirim berita, alasannya karena
tidak ada berita yang menarik untuk diliput.”
Tidak tahu teknik menulis berita dengan baik, dan tidak mengerti
bagaimana cara mencari berita yang layak-tulis. Masalah ini saya pikir terjadi
di semua daerah di Indonesia, banyak koran mengalaminya. Apalagi jumlah media
cetak semakin banyak sementara orang yang benar-benar terpanggil menjadi
wartawan sangatlah sedikit.
Di bawah ini saya bagikan beberapa tips jurnalistik dari
pengalaman saya selama 15 tahun lebih menulis berita di koran dan situs Internet.
Sekarang untuk level reporter pemula, dan nanti di kesempatan lain saya akan
menulis tips dan teknik jurnalistik untuk tingkat redaktur agar tidak
“ditokoh-tokohi” reporter.
Tips
jurnalistik dasar bagi wartawan pemula: bagaimana menulis berita yang
baik untuk koran
Tips cara menulis berita #1:
Menulis dengan jujur. Fakta tidak boleh dipelintir. Opini dan penafsiran harus
ditulis dalam alinea yang berbeda. Boleh tidak netral, tapi harus independen.
Berbohong dalam berita adalah dosa terberat wartawan. Jika
jumlah aktivis LSM yang mendemo bupati hanya puluhan orang, jangan tulis
ratusan atau ribuan orang. Berita bohong seperti ini sangat sering muncul di
koran-koran daerah, terutama menyangkut liputan pilkada.
Jika harus menulis interpretasi atas sebuah fakta, tuliskanlah
di paragraf terpisah, dan tunjukkan secara jelas kepada pembaca supaya mereka
tahu mana yang fakta dan mana opini atau penafsiran si wartawan.
Reporter yang meliput berita di lapangan harus bersikap
independen terhadap semua pihak yang terkait dengan topik tulisannya. Berikan
kesempatan yang sama bagi semua narasumber untuk menjelaskan versi mereka,
jangan memvonis kebenaran. Wartawan boleh tidak netral, misalnya kalau harus
memihak pada rakyat yang jadi korban penindasan penguasa, namun harus selalu
independen dengan memberikan kesempatan pada penguasa untuk berbicara.
Tips cara menulis berita #2:
Tanda Baca koma dan pola piramida terbalik.
Berhati-hatilah menggunakan tanda baca koma. Bila salah
penempatan, maka redaktur di kantor redaksi bisa salah memahami laporan anda.
“Amir memukul, Budi ditangkap polisi” (yang memukul ialah si Amir, kok malah
Budi yang ditangkap) adalah berbeda maknanya dengan “Amir memukul Budi,
ditangkap polisi” (ini benar, yang ditangkap adalah Amir).
Menulis berita biasa haruslah dalam format piramida terbalik.
Yang paling penting di bagian paling atas; alinea-alinea di bawahnya
semakin kurang penting. Saya sering membaca berita koran daerah yang memuat
nama-nama pejabat yang menghadiri sebuah acara seremonial pada alinea kedua
atau ketiga, padahal inti beritanya justru di alinea kelima atau bahkan
menjelang akhir.
Tips cara menulis berita #3:
Catat dengan detail. Dengarkan dengan cermat. Rekam, jangan andalkan ingatan.
Saya sering melihat reporter koran yang baru beberapa tahun
bekerja melakukan wawancara atau liputan berita di lapangan dengan tidak
mencatat sama sekali! Manusia dengan otak super! Bahkan hanya duduk di warung
kopi dengan jarak seratusan meter dari lokasi demo atau acara seremonial yang
akan jadi topik beritanya. Tapi sepulang meliput, dia bisa dengan santai
menulis berita di komputer warnet, tanpa takut sedikit pun bahwa kemungkinan
ada data dan fakta yang salah-tulis.
Wartawan pemula sering malu untuk bertanya, “Pak Kadis, ejaan
nama Bapak yang benar Jhonny atau Joni atau bagaimana?”
Kalau narasumber mengucapkan kalimat dengan makna ganda atau
kurang jelas, tanyakan kembali dan tegaskan. Jangan sampai yang dia maksud
adalah “Polisi belum akan memeriksa dia” tapi anda tulis dalam berita sebagai “Polisi
tidak akan memeriksa dia”.
Tips cara menulis berita #4:
Tulis dalam kalimat yang jelas, lengkap, dan jernih.
Redaktur koran harian akan membiarkan naskah berita reporter
yang ditulis dengan kalimat yang membingungkan, karena dia dikejar tenggat menyelesaikan
halamannya. Kalau anda menulis berita kriminal tentang mencuri, maka sebutkan
sejelas-jelasnya SIAPA yang mencuri, SIAPA yang menjadi korban, dan
APA yang dicuri. Jangan anda malah asyik menulis BAGAIMANA pencurian itu
terjadi, atau ajakan kapolsek agar warga melakukan ronda malam.
Yang paling mendasar dalam sebuah berita biasa ialah APA dan
SIAPA, baru kemudian DI MANA, KAPAN dan yang lainnya. Jangan tulis “Menurut
Amir, bla-bla-bla…” tanpa anda jelaskan siapa itu si Amir; apakah dia
demonstran, penonton aksi demo, atau pendukung pihak yang didemo.
Sering saya melihat pembaca koran menggerutu, “Apa maksudnya
berita ini, tak jelas.” Berita mesti ditulis dengan kalimat yang jernih.
Susunlah kalimat-kalimat tunggal, dan sebisa mungkin hindari memakai anak
kalimat jika hal itu berpotensi membuat pembaca bingung.
Tips cara menulis berita #5:
Fokus pada topik berita. Jangan melebar ke sana-sini.
Sejak meliput dan wawancara di lapangan, reporter koran sudah
harus tahu apa topik atau sudut pandang laporannya. Bila memilih “nasib guru
honorer berupah kecil”, maka temuilah pihak-pihak yang terkait dengan isu
tersebut. Selain wawancara dengan guru, tanyai juga kepala sekolah,
pejabat Dinas Pendidikan, anggota DPRD dari komisi yang membidangi pendidikan,
pensiunan guru, dll. Jangan malah anda hanya mengutip komentar aktivis LSM
karena dia punya saudara yang baru diputus-kontrak sebagai guru honorer.
Kalau misalnya anda kesal melihat seorang pejabat yang suka
berindehoi di kafe-kafe malam, maka liputlah itu secara khusus dan jangan
selipkan pada berita bertopik lain, “Ditanya mengenai dugaan korupsi stafnya,
Kepala Dinas yang sering berdisko di Tenda Biru ini mengatakan….” Terlalu
nampak ‘kali tak dikasih amplop. Malu kita sebagai wartawan.
Tips cara menulis berita #6:
Tulis dengan proporsional, jangan berlebihan.
Ini kelemahan banyak reporter koran di daerah. Fakta yang
diaperoleh dari narasumbernya, katakanlah kejaksaan, adalah bahwa Kabag Umum
sedang diselidiki terkait kasus dugaan penggelembungan dana pembelian seprai
dan gorden rumah dinas bupati. Tapi kemudian ditulisnya dalam berita “Tapanuli
Utara sarang korupsi”. Jika anda ingin menulis berita Tapanuli Utara sebagai
sarang korupsi, maka beberkanlah sekian banyak data kasus korupsi di daerah
itu.
Ada wartawan koran menulis berita “Dengan arogannya Camat
menjawab via telepon bahwa…” hanya karena si narasumber berbicara ketus-ketus.
Sebaliknya reporter lain yang baru mendapat amplop tebal dari
pejabat mengirim naskah berita ke redaksinya “Bupati yang sangat dicintai
rakyatnya ini mengatakan…,” padahal si bupati baru saja ditetapkan sebagai
tersangka korupsi dan beberapa kali didemo warga.
Tips cara menulis berita #7:
Periksa kalimat kutipan, pernyataan off the record, konfirmasi, dan “ucapan di
kedai kopi”.
Jangan biarkan beritamu memiliki celah untuk digugat ke
pengadilan. Jika harus menulis kalimat langsung, maka tulislah seperti apa
adanya diucapkan oleh narasumber. Bila dia mengucapkan kalimat dalam bahasa
daerah, misalnya bahasa Batak, telitilah saat menerjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia.
Saat melihat catatan atau mendengar rekaman wawancara, jika anda
bingung atau lupa mana bagian informasi yang merupakan pernyataan off the
record (tidak untuk ditulis) dan mana yang bukan, tunda dulu menuliskan bagian itu
sebelum berhasil mempertanyakan kembali pada narasumber berita.
Si A menuding si B. Apakah anda sudah melakukan konfirmasi pada
si B? Jika belum, jangan dulu menulis berita itu. Kalaupun harus, karena
alasan-alasan tertentu, seperti deadline atau faktor kemenarikan topik berita,
maka samarkanlah secara total identitas si B. Kalau si A menuding si B dalam
tiga hal, maka konfirmasinya tidak boleh hanya menyangkut satu hal.
Wartawan koran duduk-duduk santai bersama pejabat dan politikus
di kedai kopi, lalu ada seorang pejabat yang melontarkan pernyataan menarik,
kemudian si reporter mengutip kalimat tadi dalam beritanya dengan menuliskan
nama si pejabat. Jangan lakukan yang begini. Anda harus kembali menemui si
pejabat untuk meminta izin apakah kalimatnya itu boleh anda kutipkan ke dalam
berita.
Tips cara menulis berita #8:
Yang terakhir, dan ini sangat mendasar: Patuhilah kode etik jurnalistik yang
melarang wartawan melakukan plagiat atau menjiplak.
Jangan kira jika anda mengutip beberapa kalimat berita dari
koran lain, atau menyadur bahan dari Internet, maka hal itu tidak akan
ketahuan. Percayalah, cepat atau lambat akan ada pembaca yang komplain dan
menyampaikannya kepada redaksi anda di kantor. Jika begitu, karir kewartawanan
anda sudah sedang di ujung tanduk. Redaktur anda akan wanti-wanti untuk
menerbitkan berita yang anda laporkan, dan koran lain pun akan berpikir keras
untuk menerima lamaran dari wartawan tukang jiplak.
Saya punya pengalaman soal ini. Dulu di sebuah koran mingguan,
di mana saya menjadi pemimpin redaksi, ada seorang redaktur saya yang menulis
ulasan mengenai ulos Batak “sepanjang air sungai mengalir” alias sangat-sangat
panjang. Tulisan itu terbit beberapa edisi, dan memakan ruang satu halaman
penuh. Pada edisi kedua, ada seorang pembaca mengirim email kepada saya, dan
ada dua orang lainnya yang menelepon langsung ke ponsel saya. Mereka komplain
dan mengatakan bahwa artikel perihal ulos Batak itu adalah plagiat alias
dijiplak dari situs blog di Internet, dan bukan karya si redaktur.
Memang pada tulisan itu, di bawah judulnya, tertulis “oleh…”
(tanda titik-titik adalah nama si redaktur), tanpa keterangan sedikit pun bahwa
karya tersebut dikutip dari sejumlah blog Internet. Bahkan dengan beraninya si
redaktur menulis kredit-foto pada gambar-gambar ulos: “Foto oleh…” (juga
tertulis namanya).
Setelah saya cek dan benar bahwa semua isi artikel dan foto itu
adalah karya cipta milik beberapa blogger di Internet, pada koran edisi
berikutnya saya menambahkan keterangan di bawah judul: “Dikutip dari berbagai
sumber di Internet”. Seharusnya saya hendak menulis alamat-alamat blog yang
dikutip, tapi ada alasan tertentu sehingga tidak jadi.
Beberapa hari kemudian dalam rapat redaksi, si redaktur malah
protes pada saya. “Mengapa Pemred bikin begitu. Itu sama saja telah melecehkan
saya. Berhari-hari saya mencari bahannya dan menggabungkannya menjadi satu
tulisan,” katanya.
Bah, makjang! Sudah ketahuan
menjiplak tapi masih berkelit pula. Yang dilecehkan itu sebenarnya siapa: dia
atau blogger si penulis asli? Tidak lama kemudian, setelah muncul kesalahan-jurnalistik
lain dalam tugasnya sebagai redaktur, akhirnya saya memecat dia dan mencari
redaktur baru. » Jarar Siahaan dotcom.
Komentar
Posting Komentar